Jumat, 27 Januari 2012

Asal Mula Bungkuko Pusaka (Part 1)


Kurang lebih 4 kilometer di atas desa Sambiut Kecamatan totikum yang dulunya bernama salibantut, ada sebuah gunung. Penduduk menyebut tempat tersebut Bungkuko Pusaka (dalam bahasa banggai Bungkuko artinya gunung). Di atas gunung tersebut terdapat banyak bangunan yang konon menurut kepercayaan penduduk, tempat tersebut dulunya istana nenek moyang penduduk Sambiut atau Salibantut. Menurut sejarah seharusnya beliau itu adalah raja Banggai pertama. Disini penulis bukan bermaksud untuk menyalahkan sejarah berdirinya Keraton Banggai yang telah ada, namun hanya ingin menyampaikan satu cerita rakyat yang sangat dipercayai oleh penduduk Kecamatan totikum, khususnya penduduk sambiut dan sekitarnya. Perlu pembaca ketahui, orang-orang tua kita sebelum zaman orde baru dulu sering menceritakan kisah-kisah sejarah yang dinamakan nunuton kepada anak cucunya. Salah satu nunuton ini adalah kisah tentang Bungkuko Pusaka ini. Cerita rakyat ini ditanamkan begitu dalam sehingga menimbulkan rasa bangga yang begitu mengakar. Hal itu dikarenakan mereka merasa nenek moyang penduduk Sambiutlah yang seharusnya berhak disebut keturunan Raja. Terlepas pembaca percaya atau tidak akan cerita ini, penulis akan memulai Kisah Asal Mula Bungkuko Pusaka ini dari awal.
Pada jaman dahulu ketika Kerajaan Banggai masih belum punya tomundo atau raja. Menurut cerita, yang dianggap raja di situ adalah Tomundo Sasa atau kucing yang di anggap raja, dibantu oleh pembesar-pembesar sebagai pelaksana  pemerintahan. Ketika kerajaan Banggai di bawah kekuasaan Kerajaan Ternate, raja ternate bermaksud menobatkan seorang raja di Kerajaan Banggai yang berkedudukan di Pulau Banggai, beliau memanggil para pembesar di Banggai untuk pemilihan raja tersebut. Menurut ketentuan raja, siapapun yang lulus dalam pemilihan tersebut, dialah yang berhak untuk dilantik menjadi raja di Kerajaan Banggai. Memenuhi panggilan tersebut, maka berangkatlah para pembesar tersebut dengan menggunakan perahu lengkap dengan awak perahunya. Salah satu dari awak perahu tersebut adalah seorang pemuda yang tugasnya membuang air bila ada air laut yang masuk ke perahu (dalam bahasa Banggai Tolo Tauk Paisu). Begitulah mereka berangkat dengan harapan ada salah satu dari pembesar tersebut yang terpilih menjadi raja di Kerajaan Banggai. Adapun cara pemilihannya antara lain siapa pun yang pas memakai mahkota yang telah disediakan oleh Kerajaan Ternate tersebut dialah yang berhak dilantik menjadi raja.
Mengingat bahwa kisah ini mengandung banyak makna kiasan, penulis beranggapan bahwa yang dimaksud uji coba mahkota tersebut bukan berarti secara harfiah mahkota yang diletakkan di kepala, tetapi adalah ujian dan seleksi untuk menentukan siapa yang cukup bijaksana dan pantas menjadi raja.
Kita lanjutkan ceritanya, begitulah akhirnya rombongan para pembesar dari Banggai sampai di Kerajaan Ternate.
Mereka pun segera menghadap raja Ternate untuk diuji dan dicobakan mahkota ke kepala mereka masing-masing. Terrnyata, dari seluruh pembesar tersebut tak ada satupun yang cocok dengan mahkota yang telah disiapkan raja Ternate. Tetapi raja sangat yakin, pasti ada orang dari Banggai yang cocok dengan mahkota yang beliau siapkan. Untuk itu, beliau yakin pula bahwa rombongan yang datang dari Banggai belum semuanya hadir di tempat itu (masih ada yang tertinggal). Ketika hal itu ditanyakan kepada para pembesar tersebut, mereka menjawab; memang masih ada yang tertinggal, dia tidak ikut ke tempat ini karena menjaga perahu, tetapi dia Cuma seorang pemuda tukang timba air, bukan keturunan pembesar. Mendengar keterangan tersebut, raja pun menyuruh pengawal untuk memanggil pemuda tersebut untuk mencoba mahkota yang beliau siapkan.
Syahdan, dalam perjalanan dari perahu menuju keraton, pemuda tersebut telah terlindungi oleh awan sebagai payung, layaknya seorang pembesar yang harus dipayungi pengiringnya agar tidak kena panas. Setelah pemuda itu datang menghadap, mahkota itu ternyata benar-benar pas atau cocok di kepalanya. Dengan demikian, pemuda tersebutlah yang berhak untuk dilantik menjadi raja di Kerajaan Banggai. Siapakah sebenarnya pemuda tersebut? Sebenarnya dia bukan berasala dari rakyat jelata. Dia keturunan bangsawan. Pemuda tersebut sebenarnya bernama Bailungku, salah satu dari empat putra salah seorang pembesar yang bernama Tomundo Babolau. Karena menurut pandangan ayahnya, Bailungku adalah putra yang paling pandai dan bijaksana, dari keempat putranya yang bernama Julungku, Bailungku, Sulungku, dan Lungkui; Bailungku inilah yang diutus ayahnya untuk mewakilinya pergi ke Kerajaan Ternate.
Namun begitu, penunjukkan raja Ternate terhadap Bailungku  tersebut menimbulkan rasa iri dan dengki pembesar-pembesar  lainnya. Meskipun di hadapan raja Ternate mereka bersikap tunduk dan mau menaati perintah raja, diam-diam mereka menyusun siasat untuk menyingkirkan Bailungku, agar tidak menjadi raja Banggai. Dengan kelicikan mereka, di dalam perjalanan pulang Bailungku mereka perdaya dengan cara diajak beristirahat di suatu pulau. Ketika pemuda itu sedang asyik mencari benda-benda laut (Bia-bia), dengan segera mereka melarikan perahu untuk pulang menuju Banggai dengan meninggalkan Bailungku seorang diri. Mereka berharap Bailungku akan mati kelaparan di pulau terpencil tersebut, dan tidak bisa menyusul mereka. Bagaimana nasib Bailungku yang ditinggalkan sendirian di pulau tersebut? Bisakah dia pulang tanpa perahu? Ataukah dia benar-benar tidak bisa pulang, seperti harapan  para pembesar yang dengki tersebut?

2 komentar:

  1. Literaturnya dapet dari mana mas brow..???

    BalasHapus
  2. Ini kisah dapat darimana?tolong disebutkan karena sya ingin mendengarkan kisah" banggai secara kongkrit

    BalasHapus