Rabu, 11 April 2012

BUPATI BANGKEP MALAS NGANTOR!!

Tabloid Sulteng1 edisi 10 April, sebuah media cetak di kota Palu, , memberitakan bahwa bupati Bangkep Lania Laosa malas ke kantor berikut salinan beritanya tanpa dikurangi dan di tambah :
Apa jadinya jika seorang Kepala Daerah, malas ke kantor?, padahal Negara telah memberikan fasilitas memadai seperti mobil mewah, rumah dinas dan segala fasilitas lainnya!. Itulah yang terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan, Bupati Drs. Lania Laosa menurut kabar yang beredar di tengah-tengah masyarakat, lebih senang berada di luar daerah ketimbang melayani masyarakatnya. Hampir setiap harinya bangunan megah di bukit Trikora Salakan itu tak di kunjungi oleh pimpinan tertinggi di daerah penghasil rumput laut tersebut.

Menurut seorang pegawai di kantor Bupati Bangkep yang enggan menyebutkan identitasnya, pada Sulteng 1 via telepon mengungkapkan bahwa, “Bupati Lania memang jarang di kantor beliau sering keluar daerah, hanya pada hari-hari tertentu saja pak bupati berada berada di kantor, biasanya pada hari kamis dan jumat masuk kantor, selebihnya keluar daerah”. ungkap sumber.

kondisi ini, dibenarkan Anggota Komisi I Dekab, Sadat Anwar SH.i tapi keberadaan diluar daerah tak lain untuk Bangkep, “memang benar Pak Lania sering ke luar kota, tapi itu menyangkut urusan dan kepentingan daerah ini, bukan hanya sekedar jalan-jalan”, katanya ketika dihubungi via telepon sebelumnya (3 maret 2012 lalu).

2014, Indonesia Stop Ekspor SDA Mentah

Indonesia akan menghentikan ekspor Sumber Daya Alam (SDA) mentah keluar negeri pada 2014. Seluruh bahan baku yang ada di Indonesia harus dikelola di dalam negeri.

"Industri hilir harus dibangun. Di mana, SDA itu berada, di situlah kita kelola industri hilirnya," ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Pekanbaru, Selasa 10 April 2012.

Tak hanya itu, Hatta menambahkan bahwa pada dua tahun mendatang harus dilakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan tambang. "Kita ingin keadilan. Kita mau Indonesia ini juga dihormati. Selain membangun industri hilir, perlu juga dilakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan tambang di Indonesia pada 2014," ujarnya.

Bila tidak mengembangkan hilirisasi, menurut Hatta, Indonesia akan kehilangan nilai tambah. "Seperti nikel, kalau kita jual ke luar hanya akan memberikan satu nilai. Tapi kalau dikelola industri hilirnya di dalam negeri akan memberikan nilai 30 kali lipat," tambahnya.

Ia optimistis renegosiasi kontrak perusahaan tambang dan pendirian industri hilir bisa dicapai asal seluruh pemangku kepentingan atau stake holder konsisten. "Kalau ada perusahaan yang keberatan itu wajar saja. Namun, kita harus konsisten," ujar Hatta.